Mahasiswa KPI UNHASYI Berlatih Menjadi Jurnalis Televisi

MAHASISWA KPI UNHASY BERLATIH MENJADI JURNALIS TELEVISI

Tebuireng – Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Tebuireng Jombang berlatih menjadi jurnalis televisi, Ahad (07/03/22).

Sejumlah Mahasiswa KPI praktek mengshot peristiwa mulai dari long shot, middle, short hingga cut to cut shot dibimbing langsung oleh Wartawan Kontributor RCTI Wilayah Nganjuk-Jombang sekaligus Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Mukhtar Bagus Purnomo. Kegiatan tersebut merupakan kuliah tamu di Prodi KPI UNHASY tentang “Meliput dan Membuat Berita Feature & Teknik Shoot Videonya”.

Mukhtar mengawali dengan memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang pentingnya media (pers) maupun organisasi wartawan diakui oleh pemerintah dan terverifiksi dewan pers. Seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan IJTI. Sebab, saat ini banyak sekali media abal-abal. Hanya dengan bermodal 2 juta saja bisa langsung memiliki media dengan membuat website tertentu.

“Setiap saya ke Polres, selalu ada orang (wartawan) baru yang terkadang belum familiar dengan medianya. Kondisi ini semakin meresahkan, karena banyak bermunculan media abal-abal yang bahkan tidak menggaji wartawannya, sebelum wartawan itu mencari kasus untuk ditawarkan pada narasumber atau lembaga yang diliput mau ditayangkan atau tidak. Kalau tidak, maka harus membayar sejumlah uang tertentu,” ungkapnya.

Selanjutnya, Mukhtar memaparkan beberapa wawasan dasar menjadi jurnalis televisi. Menjadi jurnalis televisi tidak cukup memiliki skill mengambil video, tetapi bagaimana cara mengambil video yang di dalamnya terdapat pesan dan informasi yang memuat sebuah peristiwa.

Menurutnya, pada umumnya menjadi seorang jurnalis televisi tidak mudah dan merupakan tantangan tersendiri. Jurnalis televisi setidaknya memiliki skill mengambil gambar/video, menulis, menyunting, dan paham dasar etika dan kaidah jurnalistik. Ada beberapa perbedaan jurnalisme video dengan jurnalisme cetak maupun radio. Diantaranya, jurnalisme video bersifat audio visual yang disajikan secara menarik dan interaktif, bersifat dramatis, reporter menjadi bagian show, jurnalis pasti hadir di lapangan dan bahasa gambar (video) dipentingkan.

“Inilah perbedaan jurnalis televisi dengan jurnalis media cetak dan radio, bahwa jurnalis televisi benar-benar hadir di lapangan. Karena yang dipentingkan gambar/videonya, jadi mereka harus benar-benar meliput ke lokasi kejadian,” katanya.

Di sesi akhir, mahasiswa berpraktek mengambil video peristiwa dengan menggunakan handphone masing-masing. Mahasiswa tampak antusias sambil mendapat pembimbingan secara langsung tentang bagaimana prinsip-prinsip dasar pengambilan video. Mukhtar juga menyarankan mahasiswa untuk banyak berlatih, terutama bagaimana bisa mengambil video dengan stabil dan tidak goyang. Selanjutnya, mahasiswa bisa memanfaatkan Youtube atau media sosial lainnya untuk mengunggah video-video liputan karya mereka. “Dengan demikian ketrampilan akan semakin terasah, karena menjadi jurnalis televisi ini harus bener-bener praktek, tidak cukup mempelajari teori-teorinya saja,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *