Saat pengajian tafsir sosial di graha rias Mutiara Aini Perum GKM 2, Jumat Pon (29/10/2021), ada jamaah yang tanya. Kiai, apakah masuk toriqoh itu wajib?
Mustasyar Ranting NU Candimulyo, DR KH Ali Sukamtono, selaku pengasuh, menjawab tegas. “Tidak wajib,” ucapnya.
Yang terpenting adalah kita bisa menancapkan asma Allah dalam hati.
Sehingga melihat apapun ingat Allah. Mendengar apapun ingat Allah. Berucap apapun ingat Allah. Melakukan apapun ingat Allah.
Kiai Ali menjelaskan, sebelum membaca Fatihah, kita lebih dulu baca taawudz untuk mengosongkan hati dari ego yang dikendalikan setan. Sebab ego yang dikendalikan setan selalu mendorong kita merasa lebih baik dari yang lain. Makanya kita tak boleh merasa lebih baik dari siapapun.
Makanya kita harus mau mendengarkan orang lain. Mau mengambil ilmu dan hikmah dari siapapun.
Setelah taawudz, kita baca bismillah.
“Bismillah ini adalah menancap kan asma Allah,” tegas nya.
Sehingga melihat apapun, mendengar apapun, melakukan apapun kita selalu menyertakan Allah.
Orang yang selalu menyertakan Allah tentu tak akan maksiat kepada Allah.
Tidak akan melanggar larangan Allah. Tidak akan wegah menjalankan perintah Allah.
“Bagi saya, toriqoh adalah jalan paling mudah untuk memasukkan asma Allah dalam hati. Namun ini wilayah rasa,” tegasnya.
Sehingga bagi orang lain, bisa jadi ada jalan lain yang lebih mudah untuk memasukkan asma Allah dalam hati. “Sekali lagi, ikut toriqoh itu tidak wajib. Yang penting, kita bisa memasukkan asma Allah dalam hati,” tegasnya.
Salah satu amalan toriqoh sanadnya dari Sayidina Ali. Sayidina Ali dibaiat oleh Rasulullah Muhammad sollallahu alaihi wa sallam.
Saking masuknya asma Allah dalam hati nya, Sayidina Ali sampai berkata; Ma roaitu syaian illa raitullah qablahu. Aku tidak melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah lebih dulu daripada sesuatu itu.
Mugi Allah subhanahu wa ta’ala paring kita saget seperti itu..
Monggo rawuh pengajian tafsir sosial di graha rias Mutiara Aini Perum GKM 2, Jumat Pon (3/12/2021)
