Jombang – Kebijakan lima hari sekolah yang sudah diterapkan di Kabupaten Jombang sejak tahun 2023, kini menuai perhatian serius dari kalangan pesantren dan pendidikan keagamaan. Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Kabupaten Jombang menilai aturan tersebut tidak sejalan dengan kultur religius masyarakat Jombang yang dikenal sebagai Kota Santri.
Ketua RMINU Kabupaten Jombang, KH Amin Yahya, menegaskan bahwa penerapan lima hari sekolah berdampak langsung pada keseimbangan antara pendidikan formal dan pendidikan agama yang selama ini berjalan harmonis.
“Anak-anak kita jadi terlalu lama di sekolah formal, sehingga tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk mengikuti kegiatan diniyah, TPQ, maupun madrasah sore. Padahal Jombang dikenal sebagai Kota Santri, di mana pendidikan agama menjadi ruh yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat,” jelas KH Amin Yahya, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, selain melelahkan siswa, sistem lima hari sekolah juga menambah beban ekonomi keluarga. Dengan libur dua hari dalam sepekan, banyak potensi masalah yang bisa muncul bagi anak-anak.
“Waktu longgar yang terlalu banyak bisa berdampak pada kegiatan yang kurang positif. Sementara secara ekonomi, anak-anak yang pulang sore sering membutuhkan bekal dan biaya tambahan, padahal tidak semua orang tua mampu,” terangnya.
KH Amin Yahya juga menyoroti efek psikologis siswa yang pulang dalam kondisi lelah sehingga semangat mengaji berkurang dan waktu kebersamaan dengan keluarga semakin terbatas.
“Bukannya meningkatkan kualitas belajar, justru banyak siswa pulang dalam kondisi letih. Semangat mengaji berkurang, waktu bersama keluarga pun semakin sedikit. Ini jelas tidak ideal,” ungkapnya.
Atas dasar itu, RMINU Jombang meminta Bupati Jombang meninjau ulang kebijakan lima hari sekolah dan mengembalikan pola belajar enam hari.
“Kami mendesak agar Bupati Jombang mendengar aspirasi masyarakat. Sistem enam hari lebih proporsional, tidak membebani siswa, dan selaras dengan tradisi pendidikan di Jombang. Keseimbangan antara ilmu umum dan ilmu agama harus tetap terjaga,” tegas KH Amin Yahya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat memang memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk menerapkan sistem lima atau enam hari belajar. Namun, dalam praktiknya kebijakan tersebut sering memicu polemik, khususnya di daerah dengan tradisi pendidikan agama yang kuat seperti Kabupaten Jombang.