Al-Fatihah sebagai Kunci Moderasi Beragama

Moderasi Beragama senantiasa dibincang di mana-mana, sebagai pilihan yang ideal dalam tata hubungan masyarakat beragama di Indonesia.

Dewan Pimpinan MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kabupaten Jombang melalui Komisi Ukhuwwah Islamiyah mengadakan Halaqah “Implementasi Moderasi Beragama” pada Sabtu, 22 Juni 2024 di lantai 2 Ruang pertemuan Kantor Pusat Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang.

Acara yang dipandu oleh anggota Komisi Ukhuwwah Islamiyah, Gus Izzuddin ini dibuka oleh Ketua Umum DP MUI Kabupaten Jombang, Dr. KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi (Gus Awis), dan sekaligus bertindak sebagai narasumber kunci (keynote speaker).

Dalam narasinya, Gus Awis menekankan pentingnya sikap moderat bagi umat Islam, sebagai sebuah kewajiban yang antara lain tersebut dalam Surah Al-Baqarah ayat 143, “wakadzalika ja’alnakum ummatan wasathan…” (dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian sebagai umat yang adil dan pilihan…).

Gus Awis mengingatkan bahwa moderasi dalam beragama adalah sikap tengah yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Cucu pendiri Pesantren Njoso ini memberikan contoh-contoh nyata tentang moderasi dalam berbagai aspek kehidupan beragama, yang mencakup aqidah, ibadah, dan akhlaq.

Dalam hal moderasi dalam aqidah, Gus Awis menjelaskan bahwa seorang muslim harus bertindak tawasuth (moderat) yang bermakna menghindari ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi atau mengabaikan dalam beragama). Pentingnya berada di jalan tengah antara tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dan ta’thil (meniadakan sifat-sifat Allah).

Dalam ibadah, Gus Awis mengutip beberapa hadis Nabi Muhammad yang mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam beribadah sehingga mengabaikan kebutuhan diri sendiri dan orang lain. Misalnya, Nabi Muhammad mengingatkan umatnya agar tidak berdiri terus-menerus dalam shalat tanpa istirahat, atau tidak berpuasa tanpa berbuka.

Moderasi dalam akhlak juga penting, seperti dalam cara berdoa dan berderma, dalam hal bahwa umat Islam diajarkan untuk tidak bersikap terlalu keras atau terlalu lunak.

Sementara itu, Dr. H. Muhajir, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang bertindak sebagai narasumber pertama menyampaikan konsep dan praktik moderasi beragama yang menjadi program Pemerintah Republik Indonesia. Pria yang menjadi Sekretaris MUI Kabupaten Malang ini menekankan bahwa moderasi beragama merupakan kunci untuk menjaga kerukunan dan perdamaian di tengah masyarakat yang majemuk.

“Agama itu sudah moderat, sehingga yang diperlukan untuk dimoderasi adalah pemahaman dan praktek beragama kita. Jadi, Moderasi Beragama, bukan Moderasi Agama,” ujarnya di hadapan para peserta yang terdiri dari delegasi MUI dari 21 Kecamatan, dan delegasi lintas organisasi.

Sedangkan Ketua Komisi Ukhuwwah Islamiyah MUI Jombang, Yusuf Suharto dalam paparannya menyampaikan beberapa istilah dalam Al-Qur’an yang erat berhubungan dengan Moderasi Beragama, antara lain Wasath (sikap proposional; moderat), al-‘Adl (keadilan), al-khair (kebaikan), al-Tawazun (keseimbangan), dan Shirath Mustaqim (jalan lurus; moderasi).

Dosen Ma’had Aly Mamba’ul Ma’arif ini juga menyampaikan bahwa setiap hari orang Islam diajarkan Moderasi Beragama, karena setiap hari kita membaca al Fatihah dalam shalat, dan ada Shirath Mustaqim, jalan moderat, yang tidak ekstrem kanan, juga ekstrim kiri. Ia menambahkan,

“Shirath Mustaqim adalah Moderasi Beragama itu sendiri bahkan kunci utama dalam memahami Moderasi Beragama, sebagai jalan pertengahan antara yang al-maghdhub (dimarahi karena mengabaikan; tafrith) dan al-dhall (tersesat karena berlebihan dalam beragama; ifrath). Moderasi Beragama itu ya aplikasi dari Ahlissunnah wal Jama’ah,” pungkas dosen Universitas KH. Abdul Chalim (UAC), Pacet Mojokerto ini.

Yusuf Suharto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *