Martha Christina Tiahahu adalah salah satu pahlawan nasional yang lahir pada
tanggal 4 Januari 1800 di Negri Abubu di pulau Nusalaut yang sekarang dikenal
sebagai kepulauan Uliase. Martha Christina Tiahahu adalah putri Paulus Tiahahu
dan Sina. Namun Sina meninggal ketika Martha Christina Tiahahu masih balita.
Karena hal itulah hubungan Martha Christina Tiahahu dengan Paulus Tiahahu
sangat dekat. Sejak Martha Christina Tiahahu lahir, Belanda selalu menunjukan
sikap bahwa mereka adalah manusia yang harus dihormati kaum pribumi Karena
keadaan lingkunganya inilah membuat Martha Christina Tiahahu memilik rasa
dendam kepada bangsa Belanda, dan bersikeras untuk mengusir Belanda dari desa
kesayanganya.
Seperti yang di ambil dalam buku karya Mulyono Atmosiswartoputra yang berjudul
perempuan–perempuan pengukir sejarah cetakan 2018, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Pada tanggal 14 Mei 1817, di saat usia Martha Christina Tiahahu baru
beranjak 17 tahun. Diadakanlah perundingan di tengah hutan belantara yang
membahas tentang strategi perang untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda
di negeri mereka. Perundingan ini dihadiri Kapitan Paulus Tiahahu dan
beberapa komandan perang. Hasil perundingan tersebut memutuskan untuk
menjadikan Marta Christina Tiahahu sebagai selah satu pemimpin pasukan bersama Kapitan Abubu, Kapitan Paulus Tiahahu, dan beberapa pemimpin
lainya. Semua pasukan berada dibawah komando Kapitan Pattimura.
Pada 16 Mei 1817, pertempuran yang luar biasa terjadi di Saparua. Rakyat
Saparua, di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura, menyerbu Benteng
Duurstede. Seluruh tentara Belanda dan juga penghuni benteng pun tewas,
termasuk Residen Van den Berg. Dan satu satunya yang selamat adalah Juan
Van Den Berg, putra sang resident. Sedangkan di Nusa Laut, Kapitan Paulus
Tiahahu, Anthone Rhebok, Martha Christina Tiahahu, dan Raja Hehanusa
mencoba untuk merebut benteng Beverwijk yang terletak di Negeri Sila.
Hanya beberapa orang yang selamat, yakni seorang Kopral Belanda,
bernama Biroe, dan dua orang serdadu Indonesia yang berhasil bersembunyi
berkat pertolongan dua orang kaki tangan Belanda. Pada 17 Mei 1817
Benteng Beverwijk berhasil direbut oleh pasukan Indonesia.
Pada 10 Oktober, Benteng Beverwijk kembali ke tangan Belanda tanpa
perlawanan. Patih Akoon dari Nusa Laut melakukan pengkhianatan dengan
cara memberitahukan kepada pihak Belanda tentang strategi pasukan rakyat
Maluku. Pertarungan hebat antara pasukan rakyat Maluku dan pasukan
Belanda terjadi di Ulat dan Ouw. Martha Christina Tiahahu memberikan
semangat kepada kaum perempuan di Ulat dan Ouw untuk tidak pernah
takut terhadap pasukan Belanda, Dalam pertempuran yang terjadi di Ulath
dan Ouw, pasukan rakyat maluku berhasil menewaskan pemimpin pasukan
perang Belanda bernama Meyer. Pimpinan perang pasukan Belanda diambil
alih oleh Kapten Vermeuleun Krieger.
Pada 14 November 1817, Kapten Vermeuleun Krieger memerintahkan
serangan umum pada pasukan rakyat Maluku. Para pemimpin rakyat Nusa
Laut yang sedang berjuang di Ulat dan Ouw pun berhasil ditangkap oleh
pasukan Belanda. Mereka dibawa ke kapal perang Everstsen yang sedang
berlabuh di teluk Saparua. Mereka di periksa oleh Laksamana muda
Buyskes. Para tawanan tersebut terdiri dari kapitan Paulus Tiahahu, Martha
Christina Tiahahu, dan Raja Hehanusa. Di kapal Everstsen ini pun mereka
bertemu dengan Kapitan Pattimura dan para tawanan lainnya. Kapitan
Paulus Tiahahu dianggap sebagai pejuang yang sangat berbahaya dan
dijatuhi dihukum mati oleh Laksamana Muda Buyskes, yang akan di eksekusi di Nusa Laut agar tidak ada lagi yang berani menentang Belanda.,
hanya Martha Christina Tiahahu yang dibebaskan dari hukuman karena
masih dibawah umur.
Pada 16 November 1817, Kapitan Paulus Tiahahu dan Martha Christina
Tiahahu di bawa ke Nusa Laut dan di tahan di Benteng Beverwijk dengan
pengawalan ketat. Pada 17 November 1817. Paulus Tiahahu di bawa ke
lapangan eksekusi di belakang Benteng Beverwijk. Belanda menyuruh
rakyat disana untuk menyaksikan eksekusi tersebut agar tidak ada yang
berani mengadakan pemberontakan lagi.
Setelah ditinggal ayahnya, Martha Christina Tiahahu memilih untuk tinggal
di hutan dan berusaha untuk mengumpulkan kembali pasukan ayahnya yang
masih tersisa. Akan tetapi Martha Christina Tiahahu tertangkap oleh
pasukan Belanda dengan 39 orang lainnya dan diberi hukuman dibuang ke
pulau jawa untuk di pekerjakan paksa di kebun kopi. Martha Christina
Tiahahu di bawa dengan kapal Everstsen oleh Ver Huell. Selama di atas
kapal, Martha Christina Tiahahu memilih untuk bungkam. Dalam
perjalananya menuju pulau Jawa, Martha Christina Tiahahu tidak pernah
mau minum obat, memakan ataupun meminum yang diberikan yang di
berikan oleh Ver Huell. Karna hal itu lama kelamaan kesehatan Martha
Christina Tiahahu semakin memburuk.
Pada 2 Januari 1818 akhirnya Martha Christina Tiahahu mengehembuskan
nafas terakhirnya di atas kapal Everstsen. Atas perintah Ver Huell,
jenazahnya di buang ke Laut Banda dengan penghormatan militer. Untuk
menghargai jasa dan pengorbanan Martha Christina Tiahahu, pemerintah
memeberikan gelar Pahlawan Kemerdekaan Indonesia kepada Martha
Christina Tiahahu. Ketetapan ini berdasarkan 012/TK/1969, tertanggal 20
Mei 1969.












