Agama Islam di Indonesia kini menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Sorotan yang tajam ini buih dari banyaknya media yang mengundang para tokoh dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu.
Jika kita simak beberapa pekan yang lalu, media sosial maupun media elektronik sering membahas isu-isu agama Islam, yakni: SE KEMENAG terkait TOA/Pengeras suara dan kontroversi tentang wayang kulit. Hal ini entah karena ini menjadi isu yang menarik atau karena media sedang kehabisan bahan?
Berkaitan dengan pengeras suara dan wayang sejatinya sudah dibahas sejak lama dan sudah disepakati oleh jumhur ulama. Namun, karena kepentingan beberapa pihak hal ini dijadikan bahan adu domba untuk memecah keharmonisan kaum muslimin.
Di Indonesia dengan mayoritas agama Islam ini memang memiliki banyak ormas/aliran. Dan semuanya mengaku memiliki sanad atau memiliki guru. Bahkan aliran yang dianggap menyimpangpun bisa memiliki jam’iyah/anggota.
Dengan keberadaan ormas/aliran yang majemuk ini sudah sepatutnya kita harus teliti dan cermat dalam bersikap agar tidak sesat. Kaum muslimin yang tidak memiliki pegangan atau guru memang sangat riskan mencari sumber sendiri dari media sosial. Terlebih jika sumbernya tidak jelas atau hanya mengambil dari potongan pengajian dari YouTube. Ironisnya mereka berani untuk berfatwa di tengah masyarakat.
Agar negara ini tidak semakin kacau, maka kaum muslimin diharapkan memiliki pegangan atau guru spiritual yang jelas sanadnya. Salah satunya adalah organisasi NU yang keberadaannya tidak diragukan lagi. NU mampu menjawab berbagai problematika yang terjadi di masyarakat dengan santun, konkrit dan menyejukkan dari berbagai referensi yang jelas.
Usia organisasi masyarakat NU yang hampir satu abad ini membuktikan kekuatannya dalam menjaga umat. Adanya berbagai lembaga dan badan otonom di dalamnya memberikan wadah bagi setiap unsur masyarakat. Ditambah adanya berbagai media menjadikan NU semakin dekat dengan masyarakat. Seperti konsistensinya majalah Aula dengan berbagai kajian di dalamnya, adanya NU online sebagai media digitalisasi yang tidak ketinggalan dengan berbagai kontennya.
Sosok kyai sepuh yang menjadi panutan serta teladan dalam berorganisasi. Munculnya kyai muda yang senantiasa dapat menjawab problematika kontemporer di masa ini dengan referensi yang kuat dan sanad keilmuan yang jelas menjadi sosok kyai muda menjadi rujukan dalam menghadapi masalah di tengah masyarakat, baik masalah keumatan maupun kebangsaan, sehingga umat dan bangsa tidak terpecah belah yang dapat memunculkan disintegrasi dan disharmoni bangsa. Untuk itu, NU tampil dalam menjaga hal itu, meski banyak kritik dan tantangan yang harus dihadapi.(*)
*) Penulis: Mohammad Mirza Firdaus, Dosen IAI Tribakti Kediri